Gunung Merapi Dipasangi Alat Pemantau Baru


TEMPO.CO, Yogyakarta - Sebelum terjadi letusan freatik Gunung Merapi, Senin, 18 November 2013, alat-alat pemantauan tidak mampu merekam aktivitas di gunung itu. Tidak ada tanda-tanda bahwa akan terjadi erupsi, yang menyebabkan embusan asap tebal hitam hingga 2.000 meter ke atas.
Karena itu, Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi akan menambah alat pemantauan di atas Pasar Bubrah, yang letaknya sekitar 1,5 kilometer dari puncak.
Sebab, alat seismometer dan tiltmeter yang sudah ada tidak mampu merekam aktivitas Gunung Merapi sebelum terjadi letusan freatik. "Ada rencana pemasangan alat pemantau di atas Pasar Bubrah, kalau kejadian alami itu, pasti ada tanda-tanda sebelumnya," kata Subandriyo, Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi, di kantornya, Selasa, 19 November 2013.
Di sekitar gunung berapi teraktif di dunia itu, sudah terpasang sekitar 10 seismometer dan 5 tiltmeter untuk memantau kegempaan, guguran lava, gempa multiphase, gempa low/high frequence, dan lain-lain. Namun erupsi freatik, atau erupsi di permukaan, belum bisa dideteksi dengan alat pemantau yang ada. Padahal, erupsi di permukaan itu juga mengkhawatirkan masyarakat yang tinggal di sekitar gunung.
Dia menambahkan, timnya sedang mengambil sampel material vulkanik yang dikeluarkan Merapi untuk diteliti. Menurut dia, bisa saja material itu adalah material lama akibat erupsi sebelumnya. Tetapi tidak menutup kemungkinan adanya material baru yang dimunculkan dari perut gunung, melalui diafrema (lubang dari perut gunung ke kawah). "Bisa saja ada material baru, tetapi keyakinan kami erupsi kemarin membawa material lama di permukaan kawah," kata Subandriyo.
Subandriyo juga mengatakan, erupsi serupa pernah terjadi pada Agustus 1990. Waktu itu juga tidak ada tanda-tanda aktivitas gunung yang mengarah ke letusan. "Kalau orang bilang kebiasaan Merapi berubah, tidak juga. Karena erupsi serupa pernah terjadi."
Kepada masyarakat yang masih tinggal di kawasan rawan bencana III atau dusun yang paling dekat dengan kawah, Subandriyo meminta mereka agar mau direlokasi. Sebab, kenyamanan, ketenangan, dan keamanan warga jelas akan terancam.
Sebelum erupsi 2010, wilayah itu memang masih aman. Tetapi saat ini, mulut kawah terbuka di hadapan tiga dusun yang berada Desa Glagaharjo, Cangkringan, Sleman, yakni Srunen, Kalitengah Lor, dan Kalitengah Kidul, . "Rekomendasinya tetap, lebih baik masyarakat mau direlokasi," kata Subandriyo.
Di tiga dusun itu masih ada sekitar 600 keluarga yang belum bersedia direlokasi. Tetapi, mereka siap mengungsi, jika terjadi erupsi.
Saat ini, lereng Gunung Merapi tetap dikunjungi banyak wisatawan. Setiap hari libur, tercatat sekitar 300 orang pengunjung datang. Di akhir pekan, wisatawan bisa mencapai 1.000 orang. "Lava tour masih boleh," kata Bambang Sugeng, pengelola wisata jip dan trail lereng Merapi.

Comments

Popular posts from this blog

APRESIASI SENI LUKIS SESUAI PRINSIP-PRINSIP SENI RUPA

MAKALAH PERKEMBANGBIAKAN MAKHLUK HIDUP

Keunggulan dan Kelemahan Media LKS