MAKALAH ALIRAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN
(KOGNITIF, GESTALT, TRANSPERSONAL)
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dewasa ini, manusia
sebagai objek material dalam pembelajaran ilmu psikologi tentu memiliki kepribadian
dan tingkah laku yang berbeda satu dengan yang lainnya. Manusia memiliki
kecerdasan, akal pikiran, tingkah laku yang berbeda dari makhluk lainnya.
Keunggulan manusia yang unik tersebut, menjadi objek pembelajaran ilmu pengetahuan
terutama ilmu psikologi.
Seiring dengan
perkembangan zaman dan berkembangnya rasa keingintahuan dalam memahami manusia,
mulailah bermunculan tokoh-tokoh beserta teori-teori dan aliran psikologi yang
mendukung penjelasan mengenai karakter, tingkah laku serta kejiwaan manusia.
Setiap aliran yang muncul memiliki paham dan pengertian yang berbeda terhadap
objek yang sama yaitu manusia. Seperti aliran Gestalt yang menekankan pada
suatu totalitas. Sedangkan aliran Kognitif dan aliran Transpersonal memiliki
paham yang berbeda dengan aliran Gestalt. Berdasarkan perbedaan tersebut, dalam
makalah ini penulis tertarik untuk membahas beberapa aliran psikologi seperti
aliran psikologi Gestalt, aliran psikologi Kognitif, dan aliran psikologi Transpersonal.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apakah itu aliran psikologi Gestalt,
Kognitif, dan Transpersonal?
2. Bagaimanakah prinsip-prinsip belajar
dari aliran psikologi Gestalt dan aliran psikologi Kognitif?
3. Bagaimanakah konsep dasar dari aliran psikologi
Transpersonal?
C.
Tujuan
Masalah
1. Mengetahui
aliran psikologi Gestalt, Kognitif, dan Transpersonal.
2. Menjelaskan
prinsip-prinsip belajar dari aliran psikologi Gestalt, an aliran psikologi
Kognitif.
3. Menjelaskan
konsep dasar dari aliran psikologi Transpersonal.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Aliran
Psikologi Gestalt
Menurut
(Alex, 2007 : 116), kata Gestalt berasal dari bahasa Jerman, yang dalam bahasa
inggris berarti form, shape,configuration,
whole; dalam bahasa indonesia berarti “bentuk” atau “konfigurasi”, “hal”,
“peristiwa”, “pola”, “totalitas”, atau “bentuk keseluruhan”.
Tokoh
yang dianggap sebagai pendiri aliran Gesalt ini adalah Max Wertheimer (1880 -
1943) yang meneliti tentang pengamatan dan problem solving. Menurut (Sugihartono
dkk, 2007 : 105), sumbangannya diikuti oleh Koffka (1886-1941) yang menguraikan
secara terperinci tentang hukum-hukum pengamatan, kemudian Wolfgang Kohler
(1887-1959) yang meneliti tentang insight
pada simpanse. Penelitian-penelitian ini menumbuhkan psikologi gestalt yang menekankan
bahasan pada maslah konfigurasi, struktur, dan pemetaan dalam pengalaman.
Konsep penting dalam psikologi gestalt adalah insight yaitu pengamatan atau pemahaman mendadak terhadap
hubungan-hubungan antar bagian di dalam suatu situasi permasalahan. Dalam
situasi belajar, seseorang terlibat langsung dalam situasi itu dan memperoleh
insight untuk pemecahan masalah. Dengan demikian tingkah laku seseorang
bergantung kepada insight terhadap
hubungan-hubungan yang ada di dalam suatu situasi.
Menurut
(Alex, 2007: 118), aliran Gesalt ini tidak mengemukakan elemen, melainkan
keseluruhan. Karena kesadaran dan jiwa manusia tidak mungkin dianalisis kedalam
elemen-elemen akan tetapi harus dipelajari secara total, menyeluruh.
Keseluruhan itu lebih ditanggapi dari bagian-bagiannya, dan bagian-bagian itu
harus memperoleh makna dalam keseluruhan. Menurut Alex Sobur dalam bukunya
psikologi umum dalam lintasan sejarah, memaparkan bahwa sebenarnya teori Gesalt
ini dikembangkan oleh psikologi sosial. Teori ini makin berkembang dengan teori
S (Stimulus) – R (Respon) yang juga dipakai oleh ilmu komunikasi.
Dalam pengamatan dan pemaknaan keseluruhan yang
dijelaskan diatas, misalnya, ketika kita melihat dan mengamati sebuah mobil,
maka kita tidak melihatnya sebagai susunan dari elemen-elemen nya seperti ban,
lampu, kaca, pintu dll, melainkan kita melihatnya sebagai keseluruhan yaitu
sebuah mobil yang terlepas detail elemen-elemen nya dan memiliki arti
tersendiri. Menurut psikologi Gesalt, manusia tidak memberikan respon pada
stimulus secara otomatis.
Menurut
(Mashudi, 2012 : 33-37), teori Gestalt menyebutkan bahwa yang dimaksud belajar
adalah perubahan perilaku yang terjadi melalui pengalaman. Teori ini bukan menyuruh klien untuk
menghafal, tetapi belajar memecahkan masalah, merumuskan hipotesis, dan
mengujinya. Akhirnya, dengan bimbingan konselor, klien
mampu membuat kesimpulan. Pendekatan fenomenologis menjadi salah
pendekatan yang eksis di psikologi. Dengan pendekatan ini, para tokoh Gestalt
menunjukan bahwa studi psikologi dapat mempelajari higher mental process, yang
selama ini dihindari karena abstrak, namun tetap dapat mempertahankan aspek
ilmiah dan empirisnya. Pandangan Gestalt menyempurnakan aliran behaviorime
dengan menyumbangkan ide untuk menggali proses belajar kognitif yang berfokus
pada higher mental process. Adanya perceptual field diinterprestasikan
menjadi lapangan kognitif, di mana proses-proses mental seperti persepsi, insight, dan problem solving beroperasi.
Aplikasi prinsip Gestalt proses belajar adalah fenomena kognitif. Apabila individu
mengalami proses belajar, terjadi reorganisasi dalam perceptual field. Setelah proses belajar terjadi, seseorang dapat
memiliki cara pandang baru terhadap problem.
Menurut (Hamalik, 2007:47), prinsip-prinsip belajar Gestalt (Field Theory), antara lain:
1. Belajar dimulai
dari suatu keseluruhan. Keseluruhan yang menajdi permulaan, baru menuju ke
bagian-bagian. Dari hal-hal yang kompleks menuju ke hal-hal yang sederhana.
Dari keseluruhan organisasi mata pelajaran, menuju tugas-tugas harian yang
beruntun. Belajar dimulai dari satu unit yang kompleks menuju ke hal-hal yang
mudah dimengerti, deferensiasi pengetahuan dan kecakapan.
2. Keseluruhan
memberikan makna kepada bagian-bagian. Bagian-bagian terjadi dalam suatu
keseluruhan. Bagian-bagian itu hanya bermakna dalam rangka keseluruhan tadi.
Dengan demikian keseluruhan yang memberikan makna terhadap suatu bagian, misal:
sebuah ban mobil hanya bermakna kalau menjadi bagian dari mobil, sebagai roda.
Sebuah papan tulis hanya bermakna sebagai papan tulis kalau ia berada dalam
kelas, sebuah tiang kayu hanya bermakna sebagai tiang kalau menjadi satu dari
sebuah rumah dan sebagainya.
3.
Individuasi
bagian-bagian dari keseluruhan. Mula-mula anak melihat sesuatu sebagai
keseluruhan. Bagian-bagian dilihat dalam hubungan fungsional dengan
keseluruhan. Tetapi lambat laun ia mengadakan deferensiasi bagian-bagian itu
dari keseluruhan kecil. Contoh: mula-mula anak melihat/mengenal wajah ibunya
sebagai satu keseluruhan/kesatuan. Lambat laun dia dapat membedakan mana mata
ibu, amna hidung ibu, mana telinga ibu, kemudian ia melihat bahwa wajah ibunya
itu cantik atau jelek, dan sebagainya.
4. Anak belajar
dengan menggunakan pemahaman atau insight. Pemahaman adalah kemampuan melihat
hubungan-hubungan antara berbagai faktor atau unsur dalam situasi yang
probllematis, seperti simpanse dapat melihat hubungan antara beberapa buah
kotak menjadi sebuah tangan untk mengambil buah pisang karena sedang lapar.
B.
Aliran
Psikologi Kognitif
Psikologi kognitif
mulai dieprkenalkan pada akhir abad ke-19, yaitu dengan lahirnya teori belajar
Gestalt. Psikologi kognitif merupakan salah satu cabang dari psikologi umum dan
mencakup studi ilmiah tentang gejala-gejala kehidupan mental sejauh berkaitan
dengan cara manusia berpikir dalam memperoleh pengetahuan, mengolah kesan-kesan
yang masuk melalui indra, pemecahan masalah, menggali ingatan penegtahuan dan
prosedur kerja yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Kehidupan mental
mencakup gejala kognitif, afektif, konatif sampai pada taraf tertentu, yaitu psikomatis yang tidak dapat
dipisahkan secara tegas satu sama lain. Oleh karena itu, psikologi kognitif
tidak hanya menggali dasar gejala khas kognitif, tetapi juga dari afektif,
konatif (keputusan kehendak). Ilmu kognitif menjelaskan bidang penelitian
psikologi yang mengurusi proses kognitif seperti perasaan, pengingatan,
penalaran, pemutusan dan pemecahan masalah, serta menghindari adanya tumpang
tindih ilmu pengetahuan yang tertarik dalam proses tersebut seperti filosofi.
Menurut Mashudi (2012:42), tokoh-tokohnya antara lain Gestalt, Meinong,
Kohler, Max Wetheimer, dan Koffka. Menurut mereka, manusia tidak memberikan
respons secara otomatis kepada stimulus yang dihadapkan kepadanya kerena
manusia adalah makhluk aktif yang dapat menafsirkan lingkungan dan bahkan dapat
mendistrosinya (mengubahnya). Mereka berpandangan bahwa manusialah yang
menentukan makna stimuli itu sendiri. Pandangan teori kognitif menyatakan bahwa
organisasi kepribadian manusia tidak lain adalah elemen-elemen kesadaran yang
satu sama lain saling terkait dalam lapangan kesadaran (kognisi). Dalam teori
ini, unsur psikis dan fisik tidak dipisahkan lagi, karena keduanya termasuk
dalam kognisi manusia.
Dalam bahasan psikologi kognitif terdapat beberapa teori salah satunya
adalah perkembangan inteligensi anak menrut Piaget. Menurut Djaali (2008:68),
piaget membagi tingkat perkembangan mejadi 4 tahap yaitu tahap sensori-motorik,
tahap berpikir pra-operasional, tahap berpikir operasional konkrit, dan tahap
berpikir operasional formal.
Tahap
sensorik-motorik (0-2 tahun), bayi mulai menampilkan perilaku reflektif, dengan
melibatkan perilaku yang inteligen. Pada usia 2 tahun, anak secara mental telah
dapat mengenal objek, dan kegiatan, dan dapat menerima solusi masalah
sensorik-motorik. Perilaku seorang bayi sangat mengandalkan gerakan
refleksinya. Perkembangan kognitif dari tahap sensorik-motorik pada anak-anak
akan telihat pada upayanya untuk melakukan gerakan tertentu di antara
lingkungan sekitarnya. Proses pembentukan pengetahuan pada anak-anak dimulai
dari proses yang paling primitif, yaitu mencoba mengulang-ulang bunyi yang
didengarnya.
Tahap berpikir
praoperasional (2-7 tahun), perilaku intelektual bergerak dari tingkat
sensorik-motorik menuju ke tingkat konseptual. Pada tahap ini, pikiran yang
dimiliki anak masih egosentris, dan belum mampu mengembangkan untuk hal lain.
Tahap berpikir praoperasional ditandai oleh terjadinya peningkatan bahasa
secara dramatis. Bahasa diperoleh cepat sekali antara umur 2-4 tahun. Pada umur
6-7 tahun pembicaraan anak-anak menjadi lebih komunikatif dan sosial.
Perkembangan kognitif dan perkembangan afektif tidak terhenti pada umur 2-7
tahun.
Tahap berpikir
operasional konkret anak (7-11) berkembang dengan menggunakan berpikir logis.
Anak-anak dapat memecahkan masalah konservasi dan masalah yang konkret. Tahap
ini merupakan tahap transisi antara tahap praoperasional dengan tahap berpikir
formal (logika). Selama tahap operasional konkret perhatian anak mengarah
kepada operasi logis dengan bantuan benda-benda
konkrit.
Tahap berpikir
operasional formal (11-15 tahun), struktur kognitif menjadi matang secara
kualitas, anak mulai dapat menerapkan operasi secara konkret untuk semua
masalah yang dihadapi di dalam kelas. Anak telah dapat menerapkan bepikir logis
dari masalah hipotetis yang berkaitan dengan amsa yang akan datang. Anak-anak
dengan operasi formal dapat beroperasi dengan logika dari kebebasan argumen.
Tiga prinsip utama
pembelajaran yang dikemukakan Jean Piaget, antara lain:
1.
Belajar aktif
Proses
pembelajaran adalah proses aktif, karena pengetahuan terbentuk dari dalam
subyek belajar. Untuk membantu perkembangan kognitif anak, kepadanya perlu
diciptakan suatu kondisi belajar yang memungkinkan anak belajar sendiri,
misalnya: melakukan percobaan sendiri; memanipulasi simbol-simbol; mengajukan
pertanyaan dan mencari jawabannya sendiri; membandingkan penemuan sendiri
dengan penemuan temannya.
2.
Belajar lewat interaksi sosial
Dalam
belajar perlu diciptakan suasana yang memungkinkan terjadinya interaksi di
antara subyek belajar. Menurut Piaget belajar bersama baik dengan teman sebaya
maupun orang yang lebih dewasa akan membantu perkembangan kognitif mereka.
Karena tanpa kebersamaan kognitif akan berkembang dengan sifat egosentrisnya.
Dan dengan kebersamaan khasanah kognitif anak akan semakin beragam. Hal ini
memperkuat pendapat dari JL.Mursell.
3.
Belajar lewat pengalaman sendiri
Dengan
menggunakan pengalaman nyata maka perkembangan kognitif seseorang akan lebih
baik daripada hanya menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Berbahasa sangat
penting untuk berkomunikasi namun jika tidak diikuti oleh penerapan dan
pengalaman maka perkembangan kognitif seseorang akan cenderung mengarah ke
verbalisme.
Jadi jelaslah sudah bahwa belajar akan lebih
berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik.
Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan
obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh
pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan
kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif,
mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
C.
Aliran
Psikologi Transpersonal
Secara
etimologi, transpersonal berasal dari kata trans dan personal. Trans
, artinya di atas dan personal artinya diri. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahhwa transpersonal membahas atau mengkaji pengalaman di luar atau
batas diri, seperti halnya pengalaman-pengalaman spiritual. Menurut
John Davis, psikologi transpersonal bisa diartikan sebagai ilmu yang
menghubungkan psikologi dengan spiritualis. Psikologi transpersonal merupakan
salah satu bidang psikologi yang mengintegrasikan konsep, teori dan metode psikologi
dengan kekayaan-kekayaan spiritual dari bermacam-macam budaya dan agama.
Aliran psikologi
transpersonal ini dikembangkan oleh tokoh psikologi humanistic antara lain:
Abraham Maslow, Antony Sutich, dan Charles Tart. Sehingga boleh dikatakan bahwa
aliran ini merupakan perkembangan dari aliran humanistic. Sebuah definisi
dikemukakan oleh Shapiro yang emrupakan gabungan dari pendapat tentang
psikologi transpersonal: psikolgi transpersonal mengkaji tentang poitensi
tertinggi yang dimiliki manusia, dan melakukan penggalian, pemahaman,
perwujudan dari eksauan spiritualitas, serta kesadaran transendensi. Psikologi
transpersonal lebih menitikberatkan pada aspek-aspek spiritual atau
transcendental diri manusia. Hal inilah yang membedakan konsep manusia antara
psikologi humanistik dengan psikologi transpersonal.
Menurut Jhon Davis Ph.d (dosen psikologi
transpersonal di Departemen Metropolitan State College Denver ada 6 konsep
dasar psikologi transpersonal:
1. Pengalaman puncak,
yakni istilah yang mula-mula dipakai oleh maslow. Ia bermaksud meneliti
pengalaman mistikal serta pengalaman-pengalaman lain pada keadaan kesehatan
psikologis yang optimal, tetapi ia merasa bahwa konotasi-konotasi keagamaan dan
spiritual akan terlalu membatasi. Oleh karena itu mulai menggunakan pengalaman
puncak sebagai istilah yang netral.
2. Transendensi diri,
yakni keadaan yang disitu rasa tentang diri meluas melalui defenisi-defenisi
sehari-hari dan citra-citra diri kepribadian individual bersangkutan.
Transendensi diri mengacu langsung akan suatu koneksi, harmoni atau kesatuan
yang mendasar dengan orang lain dan dengan alam semesta.
3. Kesehatan optimal, yang
melampaui apa yang dimungkinkan dalam pendekatan-pendekatan lain dalam
psikologi. Kesehatan jiwa biasanya dilihat sebagai penanganan yang memadai dari
tuntutan-tuntutan lingkungan dan pemecahan konflik-konflik pribadi, namun
pandangan psikologi transpersonal juga memasukan kesadaran, pemhaman diri, dan
pemenuhan diri.
4.
Kedaruratan spiritual,
yakni suatu pengalaman yang mengganggu yang disebabkan oleh suatu pengalaman
(atau ‘kebangkitan”) spiritual. Pada umumnya, psikologi transpersonal
berpendapat bahwa krisis-krisis psikologis dapat menjadi bagian dari suatu
kebangkitan yang sehat dan bahwa kejadian-kejadian itu tidak selalu merupakan
tanda-tanda psikopatologi.
5. Spektrum perkembangan,
yakni suatu pengertian yang memasukkan banyak konsep psikologi dan filsafat
kedalam kerangka transpersonal. Secara filosofis, model ini adalah contoh dari
filsafat perennial. Pandangan ini mengisyaratkan adanya tingkatan-tingkatan
realitas dari tingkat material melalui tingkat yang berturutan mencakup
sifat-sifat dari tingkat-tingkat
sebelumnya bersama-sama sifat-sifat yang muncul.
6. Meditasi, yakni
berbagai praktek untuk memusatkan atau menenangkan proses-proses mental dan
memupuk keadaan transpersonal. Sama seperti conditioning merupakan metode kunci
dalam behaviorisme, interprestasi serta katarsis merupakan metode kunci dalam
psikoanalisa, maka meditasi adalah metode kunci bagi metode psikologi
transpersonal.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
1.
Aliran Gestalt
tidak mengemukakan elemen jiwa, melainkan keseluruhan.
Karena kesadaran dan jiwa manusia tidak mungkin dianalisis kedalam elemen-elemen
akan tetapi harus dipelajari secara total, menyeluruh. Pendekatan yang dipakai
adalah pendekatan fenomenologi.
2. Aliran psikologi kognitif menyatakan
bahwa manusia tidak memberikan respons secara otomatis kepada stimulus yang
dihadapkan kepadanya kerena manusia adalah makhluk aktif yang dapat menafsirkan
lingkungan dan bahkan dapat mendistrosinya (mengubahnya).
3. Aliran psikologi transpersonal membahas atau mengkaji pengalaman di luar atau batas diri, seperti
halnya pengalaman-pengalaman spiritual.
DAFTAR
PUSTAKA
Djaali. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Mashudi,
Farid. 2012. Psikologi Konseling. Yogyakarta: IRCiSoD.
Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi
Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
Sobur, Alex. 2007. Psikologi Umum Dalam Lintasan Sejarah.
Bandung: CV Pustaka Setia.
Comments
Post a Comment