MAKALAH SUMBER PENDUKUNG KEBERHASILAN KURIKULUM
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Salah satu upaya membina dan membangun generasi muda
yang tangguh dan mumpuni diantaranya adalah melalui pendidikan, baik yang
diberikan dalam lingkungan keluarga, melalui pendidikan formal di sekolah,
maupun pendidikan dalam lingkungan masyarakat. Oleh karena itu, sekolah sebagai
lembaga pendidikan formal harus ditentukan oleh adanya pelaksanaan kurikulum
sekolah itu. Keberhasilan sumber daya manusia dalam segi pendidikan sangat
dipengaruhi oleh adanya pemahaman seluruh personal di sekolah itu dalam
melaksanakan kurikulum.
Secara teoritis, kurikulum pendidikan dasar dan
menengah wajib memuat: Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, bahasa,
Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, seni dan budaya,
Pendidikan Jasmani dan Olahraga,
keterampilan atau kejuruan. (UUSPN No. 20 tahun 2003 pasal 37 ayat 1). Pada
dasarnya kurikulum adalah suatu cara untuk mempersiapkan siswa agar
berpartisipasi sebagai anggota yang produktif dalam masyarakatnya. Dalam
kurikulum berbasis kompetensi (KBK) mengenai sasaran penelitian dan
pengembangan kurikulum adalah diperolehnya kompetensi lulusan yang sesuai
dengan berbagai tuntutan pasar. KBK kemudian mendapat tanggapan, kritik dan
saran dari pada praktisi serta masyarakat mengenai substansi isi kurikulum
tersebut sehingga dikembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang
diharapkan menjadi lebih baik dan sesuai perkembangan ilmu dan teknologi serta
sesuai dengan semangat desentralisasi. Seluruh komponen bangsa ikut memberikan
dorongan bagi penyelenggara pendidikan untuk selalu melakukan proses perbaikan,
modifikasi, dan evaluasi pada kurikulum yang digunakan.
Oleh karena itu, untuk mendukung keberhasilan
kurikulum pada kesempatan kali ini kami akan membahas tentang sumber-sumber pendukung
keberhasilan kurikulum.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan manajemen sekolah?
2. Apakah manfaat sumber belajar?
3. Bagaimana penggunaan media pembelajaran?
4. Bagaimana kualitas kerja guru?
5. Apa saja penggunaan dari model-model pembelajaran?
6. Bagaimanakah
pelaksanaan monitoring evaluasi kurikulum?
C. Tujuan Masalah
Sejalan
dengan masalah yang dirumuskan di atas, maka tujuan masalah sebagai berikut :
diatas dapat
dibuat tujuan penulisan sebagai berikut:
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan manajemen
sekolah
2. Mengetahui apa saja manfaat dari sumber belajar
3. Mengetahui bagaimana penggunaan media pembelajaran
4. Mengetahui bagaimana kualitas kerja guru
5. Mengetahui apa saja penggunaan model-model pembelajaran
6. Mengetahui bagaimana pelaksanaan monitoring evaluasi
kurikulum
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Manajemen Sekolah
1.
Pengertian
Manajemen Sekolah.
Pengertian manajemen menurut Kathryn M.
Bartol dan David C. Martin (1995), adalah proses untuk mencapai tujuan-tujuan
organisasi dengan melakukan kegiatan dari empat fungsi utama, yaitu merencanakan (planning), mengorganisasikan (organizing),
memimpin (leading), dan mengendalikan
(controlling). Dengan demikian,
manajemen adalah sebuah kegiatan yang berkesinambungan, terus menerus dan
saling keterkaitan.
Dalam konteks pendidikan, menurut Djam’an
Satori (1980) dalam Rusman (2009:122), manajemen pendidikan merupakan
“keseluruhan proses kerja sama dengan menfaatkan semua sumber personel dan material yang tersedia dan sesuai untuk
mencapai tujuan pendidikan yang telah diterapkan secara efektif dan efisien”.
Sementara itu, menurut Hadari Namawi (1992) dalam Rusman (2009:122), mengemukakan
bahwa“majemen pendidikan sebagai rangkaian kegiata atau keseluruhan proses
pengendalian usaha kerja sama sejumlah orang untuk mencapai tujuan pendidikan
secara sistmatis diselenggarakan di lingkungan tertentu terutama berupa lembaga
pendidikan formal.
Dari sekian banyak pengertian manajemen
pendidikan dapat ditarik benang merah bahwa:
(1) manajemen pendidikan merupakan suatu kegiatan, (2) manajemen
pendidikan memanfaatkan berbagai sumber daya, dan (3) manajemen pendidikan berupaya untuk mencapai tujuan pendidikan
yang telah ditetapkan.
2.
Fungsi
Manajemen
Menurut G.R Terry terdapat empat fungsi
manajemen, yakni: (1) planning
(perencanaan), Perencanaan merupakan penentuan kegiatan yang akan dilaksanakan
pada masa depan, (2) organizing
(pengorganisasian), adalah tahap yang dilalui setelah perencanaan yaitu
kegiatan pengorganisasian kegiatan ini menjembatani antara kegiatan perencanaa
dengan kegitan pengerakan (3) actuating
(pelaksanaan), setelah adanya planning dan
pengorganisasian maka tahap selanjutnya adalah Actuiting pengorganisasian secara kongrit (4) controlling
(pengawasan). Pengawasan kegiatan yang telah dilaksanakan. Fungsi manajemen diantaranya ialah:
a.
Bidang Kegiatan Pendidikan
1)
Manajemen kurikulum
2)
Manajemen kesiswaan
3)
Manajemen personalia
4)
Manajemen keuangan
5)
Manajemen perawatan sarana dan prasarana
sekolah
b.
Menurut (Aan, 2009:88), tujuan manajemen
pendidikan adalah sebagai berikut:
1)
Produktivitas
Produktivitas dalam dunia pendidikan berkaitan dengn
keseluruhan proses penataan dan penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan
pendidikan secara efektif dan efisiaen. Seiring dengan bertambahnya waktu,
semakin besar pula modal untuk pendidikan. Sekolahpun menjadi semakin berkembang
karena semakin besarnya tuntutan pendidikan yang harus dikembangkan. Secara
sederhana produktivitas pendidikan dapat diukur denngan melihat indeks
pengeluaran riil pendidikan seperti dalam National Income Blue Book, dengan
cara menjumlahkan pengeluaran dari banyaknya peserta didik yang dididik.
2)
Kualitas
Kualitas
adalah suatu kondisi dinamis yang berkaitan dengan produk, pelayanan, orang,
proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi apa yang diharapkan.
3)
Efektivitas
Menurut Mulyasa (2008:82) menyatakan efektivitas adalah
adanya kesesuaian antara orang yang melaksanakan tugas dengan sasaran yang
dituju. Efektivitas bagaimana suatu organisasi berhasil mendapatkan dan
memanfaatkan sumber daya dalam usaha mewujudkan tujuan operasional. Efektivitas
MBS berarti bagaimana MBS berhasil melaksanakan semua tugas pokok sekolah,
menjalin partisipasi masyarakat, mendapatkan serta memanfaatkan sumber daya,
sumber dana, dan sumber belajar utnuk mewujudkan tujuan sekolah. Efektivitas
MBS ini dapat dilihat berdasarkan teori sistem dan dimensi waktu.
4)
Efisiensi
Di samping perlu dilihat dari segi
efektivitasnya, pemberlakuan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) juga harus
dianalisis dari segi efisiensi. Efisiensi merupakan aspek penting dalam
manajemen sekolah karena sekolah umumnya dihadapkan pada masalah kelangkaan
sumber dana, dan secara langsung berpengaruh terhadap kegiatan manajemen. Jika
Efektivitas dilihat dari perbandingan antara rencana dengan tujuan yang dicapai
maka efisiensi lebih ditekankan pada perbandingan antara input atau sumber daya dengan output. Suatu kegiatan efisien
bila tujuan dapat dicapai secara optimal dengan penggunaan atau pemakaian
sumber dana yang minimal. Efisiensi juga merupakan perbandingan antarainput dan output,
tenaga dan hasil, perbelanjaan dan masukan, biaya serta kesenangan yang
dihasilkan.
c.
Menurut (Aan, 2009:90), prinsip manajemen
adalah sebagai berikut:
1)
Prinsip manajemen berdasarkan sasaran
2)
Prinsip manajemen berdasarkan orang
3)
Prinsip manajemen berdasarkan informal
B.
Pemanfaatan Sumber Belajar
1.
Pengertian
Sumber Belajar
Menurut (Aan, 2009:130), sumber belajar
merupakan salah satu komponen yang membantu dalam proses belajar mengajar.
Sumber belajar tidak lain adalah daya yang dapat dimanfaatkan guna kepentingan
proses belajar mengajar, baik secara langsung maupun tidak langsung, sebagian
atau secara keseluruhan.
2.
Makna Sumber
Belajar
Pendidikan konvensional memiliki
paradigma bahwa guru adalah satu-satunya sumber belajar, sehingga dianggap
orang yang paling memiliki pengetahuan. paradigma itu kenudian bergeser menjadi
guru lebih dahulu tahu. Namun, sekarang dengan perkembangan ilmu dan teknologi
bukan saja pengetahuan guru biasa sama dengan murid, bahkan murid biasa lebih
dahulu tahu daripada gurunya. Itu semua dapat terjadi akibat perkembangan media
informasi di sekitar kita sehingga pada saat ini guru bukan lagi satu-satunya
sumber belajar, melainkan guru memiliki fungsi lebih luas yaitu sebagai
penyedia fasilitas belajar agar siswa mau
belajar. (Aan, 2009:131)
3.
Fungsi Sumber
Belajar
Menurut (Aan, 2009:134), sumber belajar
memiliki fungsi yang sangat penting
dalam kegiatan pembelajaran. Kalau media pembelajaran sekedar media untuk
menyampaikan pesan, sedangkan sumber belajar tidah hanya memiliki fungsi
tersebut, tetapi juga termasuk strategi, metode, dan tekniknya.
4.
Manfaat Sumber
Belajar
Menurut
(Aan, 2009:135), manfaat sumber belajar adalah sebagai berikut:
a. Manfaat sumber belajar, yaitu untuk
memberikan pengalaman belajar yang konkret tidak langsung.
b. Menyajikan sesuatu yang tidak mungkin
diadakan, di-kunjungi, atau dilihat secara langsung dan konkret, menambah dan
memperluas cakrawala sajian yang ada di dalam kelas, memberikan informasi yang
akurat dan yang terbaru, seperti buku teks, ensiklopedi, narasumber, dan
lain-lain.
c.
Membantu memecahkan masalah pendidikan
dan pembelajaran baik dalam lingkungan makro maupun lingkungan mikro.
d. Memberikan motivasi yang positif,
lebih-lebih bila diran-cang penggunaannya secara tepat.
e. Merangsang untuk berfikir, bersikap, dan
berkembang lebih lanjut, seperti buku teks, buku bacaan, film, dan lainnya yang
mengandung daya penalaran yang mampu membuat siswa terangsang untuk berfikir,
menganalisis dan berkembang lebih lanjut.
5.
Kriteria
Memilih Sumber Belajar
Pemilihan sumber belajar secara umum
terdiri dari dua macam ukuran, yaitu kriteria umum dan kriteria berdasarkan
tujuan yang hendak dicapai. (Aan, 2009:136)
a.
Kriteria umum
Kriteria umum merupakan ukuran kasar
dalam memilih sumber belajar diantaranya adalah:
1)
ekonomis dalam pengertian murah,
2)
praktis dan sederhana, mudah diperoleh,
3)
bersifat fleksibel,
4)
komponen-komponennya sesuai dengan
tujuan.
b.
Kriteria berdasarkan tujuan
Beberapa
kriteria memilih sumber belajar berdasarkan tujuan diantaranya adalah:
1)
Sumber belajar guna memotivasi
2)
Sumber belajar untuk pembelajaran
3)
Sumber belajar untuk penelitian
4)
Sumber belajar untuk memecahkan masalah
5)
Sumber belajar untuk presentasi
6.
Klasifikasi
Sumber Belajar
Secara garis besar sumber belajar dapat
dibedakan menjadi dua jenis berikut.
a.
Sumber belajar yang dirancang atau learning resources by design, yakni
sumber-sumber yang secara khusus dirancang atau dikembangkan sebagai “komponen
sistem instrusional” untuk memberikan fasilitas belajar yang terarah dan
bersifat formal.
b.
Sumber belajar yang dimanfaatkan atau learning resources by utilization, yakni
sumber belajar yang tidak didesain khusus untuk keperluan pembelajaran dan
keberadaanya dapat ditemukan, ditetapkan, dan dimanfaatkan untuk keperluan
pembelajaran.
Jenis-jenis
sumber belajar menurut Association for
Educational Communication and Technology (AECT) membedakan enam jenis
sumber belajar yang dapat digunakan dalam proses belajar sebagai berikut:
a.
Pesan
(message)
b.
Orang (people)
c.
Bahan (materials)
d.
Alat (device)
e.
Teknik
f.
Latar (setting)
7.
Strategi
Merancang Sumber Belajar
Strategi dalam merancang sumber belajar,
seorang guru harus mampu mengidentifikasi berbagai karakteristik sumber belajar
yang digunakan. Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
a.
Guru harus mengidentifikasi karakteristik
sumber belajar yang akan digunakan
b.
Sumber
belajar yang ada sangatlah banyak, untuk itu guru harus mampu mengidentifikasi
karakteristik dari masing-masing sumber belajar yang digunakan.
c.
Sumber belajar yang digunakan
disesuaikan dengan tujuan pembelajaran
d.
Sumber belajar yang digunakan
disesuaikan dengan kemampuan guru.
e.
Dalam merancang sumber belajar, seorang
guru harus memahami kemampuan dalam hal menggunakan sumber belajar.
f.
Sumber belajar yang digunakan
disesuaikan dengan kebutuhan siswa.
g.
Hal terpenting dalam merancang sumber
belajar adalah menyesuaikan dengan kebutuhan siswa.
C.
Penggunaan Media Pembelajaran
1.
Pengertian
Media
Kata media berasal dari bahasa latin dan
merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah dapat di
artikan sebagai ‘perantara’. Lesle J. Briggs (1979) menyatakan bahwa media
pembelajaran sebagai “the physicalmeans
of conveying instructional content…..book, films, videotapes, ect.” Lebih
jauh briggs menyatakan media adalah “alat untuk memberi perangsang bagi peserta
didik supaya terjadi proses belajar. Sementara itu, mengenai evektivitas media,
Brown (1970) mengaris bawahi bahwa media yang digunakan guru atau siswa dengan
baik dapat memengaruhi evektivitas program belajar mengajar. Dari pendapat
diatas, dapat dikembangkan beberapa pemahaman tentang posisi media serta peran
dan kontribusinya dalam kegiatan pembelajaran ataupun kegiatan pendidikan dan
pelatihan.
2.
Kedudukan
Media dalam Pembelajaran
Kedudukan media dalam komponen
pembelajaran sangat ppenting bahkan sejajar dengan metode pembelajaran, karena
metode yang digunakan dalam proses pembelajaran biasanya akan menuntut media
apa yang dapat diintegrasikan dan diadaptasikan dengan kondisi yang dihadapi.
Maka, kedudukan media dalam suatu pembelajaran sangatlah penting dan
menentukan.
Dalam proses pembelajaran terdapat
tingkatan proses aktivitas yang melibatkan keberadaan media pembelajaran, yaitu
(1) tingkat peengolahan informasi, (2)
tingkat penyampaian informasi, (3) tingkat penerimaan informasi, (4) tingkat
respons dari siswa, (5) tingkat diagnosis dari guru, (6) tingkat penilaian, dan
(7) tingkat penyampaian hasil.
D.
Kualitas Kerja Guru
1.
Pengertian
Kinerja Guru
Menurut Rivai (2005:14) kinerja merupakan terjemahan
dari kata performance yang
didefinisikan sebagai hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara
keseluruhan selama periode tertentu untuk melaksanakan tugas dibandingkan
dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran
atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati
bersama. Menurut pendapat
Sedarmayanti(1995:53) dalam Suharsaputra (2010:146), bahwa pengertian kinerja
menunjuk pada ciri-ciri atau indikator sebagai berikut: ”Kinerja dalam suatu
organisasi dapat dikatakan meningkat jika memenuhi indikator-indikator antara
lain: kualitas hasil kerja, ketepatan waktu, inisiatif, kecakapan, dan
komunikasi yang baik”. (https://risnawatiririn.wordpress.com/2012/01/17/konsep-kinerja-guru),
diakses tanggal 8 Mei 2017.
Berdasarkan beberapa
definisi yang dikemukakan di atas, dapat dinyatakan bahwa kinerja guru
merupakan prestasi yang dicapai oleh seseorang guru dalam melaksanakan tugasnya
atau pekerjaannya selama periode tertentu sesuai standar kompetensi dan
kriteria yang telah ditetapkan untuk pekerjaan tersebut. Kinerja seorang guru
tidak dapat terlepas dari kompetensi yang melekat dan harus dikuasai.
Kompetensi guru merupakan bagian penting yang dapat menentukan tingkat
kemampuan guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang pengajar yang
merupakan hasil kerja dan dapat diperlihatkan melalui suatu kualitas hasil
kerja, ketepatan waktu, inisiatif, kecepatan dan komunikasi yang baik.
2.
Standar
Kompetensi Guru
Seorang guru yang profesional harus
memiliki standar kompetensi yang dapat menjadikan tolok ukur keberhasilan guru
dalam mengajar. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal
10 ayat 1 menjelaskan bahwa kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional yang
diperoleh melalui pendidikan profesi.
a.
Kompetensi
Pedagogik
Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan
guru dalam mengelola pembelajaran. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 16
tahun 2007 menyebutkan bahwa standar kompetensi pedagogik guru terdiri dari (a)
menguasai karakteristik siswa dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial,
kultural, emosional, dan intelektual, (b) menguasai teori belajar dan
prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik, (c) mengembangkan kurikulum yang
terkait dengan mata pelajaran yang diampu, (d) menyelenggarakan pembelajaran
yang mendidik. (e) memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk
kepentingan pembelajaran. (f) memfasilitasi pengembangan potensi siswa untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki, (g) berkomunikasi secara
efektif, empatik, dan santun dengan siswa. (h) menyelenggarakan penilaian dan
evaluasi proses dan hasil belajar, (i) memanfaatkan hasil penilaian dan
evaluasi untuk kepentingan pembelajaran, (j) melakukan tindakan reflektif untuk
peningkatan kualitas pembelajaran.
b.
Kompetensi Kepribadian
Kepribadian merupakan suatu masalah abstrak yang
hanya dapat dilihat lewat penampilan, tindakan, ucapan, dan cara berpakaian
seseorang. Setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda. Kompetensi
kepribadian merupakan suatu performansi pribadi (sifat-sifat) yang harus
dimiliki seorang guru. Mulyasa (2007:118) mengatakan bahwa kompetensi
kepribadian bagi guru adalah pribadi guru yang terintegrasi dengan penampilan
kedewasaan yang layak diteladani, memiliki sikap dan kemampuan memimpin yang
demokratis serta mengayomi siswa. Seorang guru harus memiliki kepribadian yang:
(a) mantap, (b) stabil, (c) dewasa, (d) arif, (e) berwibawa, (f) berakhlak
mulia, dan (g) dapat menjadi tauladan.
c.
Kompetensi
Sosial
Kompetensi sosial adalah merupakan suatu kemampuan
seorang guru dalam hal berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan: (a)
siswa, (b) sesama pendidik, (c) tenaga kependidikan, (d) orang tua/wali siswa
dan (e) masyarakat sekitar, sedangkan kemampuan seorang guru dalam melakukan
hubungan dengan seseorang atau masyarakat yang disebut sebagai social intellegence atau kecerdasan
sosial dan merupakan salah satu dari sembilan kecerdasan yang terdiri dari
logika, bahasa, musik, raga, ruang, pribadi, alam, dan kuliner. Kecerdasan yang
dimiliki seseorang tersebut bekerja secara terpadu dan simultan ketika
seseorang berpikir dan atau mengerjakan sesuatu yang berhubungan dengan
seseorang atau kelompok masyarakat sosial.
d.
Kompetensi
Profesional
Kompetensi profesional merupakan penguaaan materi
pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta
didik memenuhi standar kompetensi yang ditentukan Badan Standar Naisional
Pendidikan (BNSP). Hal ini merupakan suatu kemampuan seorang guru sesuai dengan
keahliannya dalam menyampaikan sesuatu kepada siswa dalam rangka menjalankan
tugas dan profesinya.
3.
Syarat Guru
yang Berkualitas
Guru
yang berkualitas harus memiliki persyaratan, yang meliputi:
a. Memiliki bakat sebagai guru,
b. Memiliki keahlian sebagai guru,
c. Memiliki keahlian yang baik dan
terintegrasi,
d. Memiliki mental yang sehat,
e. Berbadan sehat,
f. Memiliki pengalaman dan pengetahuan yang
luas,
g. Guru adalah manusia berjiwa Pancasila,
h. Guru adalah seorang warga negara yang
baik,
i.
Memiliki
kepribadian yang matang dan berkembang.
j.
Pengembangan
profesi secara berkesinambungan.
4. Indikasi Rendahnya Kualitas Guru di
Indonesia.
Tanda-tanda
kurang atau rendahnya kualitas guru di Indonesia menurut (Rindang, 2014: 83-85)
antara lain:
a. Masih banyak guru yang memiliki kompetensi
keilmuan dan profesionalitas rendah dan memprihatinkan;
b. Masih banyak guru yang kurang terpacu dan
termotivasi untuk memberdayakan diri, mengembangkan profesionalitas diri dan
memuthakirkan pengetahuan mereka secara terus menerus- menerus dan
berkelanjutan meskipun cukup banyak guru Indonesia yang sangat rajin mengikuti
program pendidikan.
c. Masih banyak guru yang kurang terpacu,
terdorong dan tergerak secara pribadi untuk mengembangkan profesi mereka
sebagai guru. Para guru umumnya masih kurang mampu menulis karya ilmiah bidang
pembelajaran, menemukan teknologi sederhana dan tepat guna bidang, membuat alat
peraga pembelajaran, dan atau menciptakan karya seni.
d. Hanya sedikit guru Indonesia yang secara
sungguh-sungguh, penuh kesadaran diri dan kontinu menjalin kesejawatan dan
mengikuti pertemuan–pertemuan untuk mengembangkan profesi .
5. Faktor-Faktor Penghambat Peningkatan
Kualitas Guru
Ada beberapa
faktor yang menjadi penghambat dalam usaha pengembangan dan peningkatan
kualitas guru di Indonesia, di antaranya adalah:
a. Faktor personal, berupa rendahnya
kesadaran guru untuk mengutamakan mutu dalam pengembangan diri, kurang
termotivasinya guru untuk memiliki program terbaik bagi pemberdayaan diri,
tertanamnya rasa tidak berdaya dan tidak mampu untuk mengembangkan profesi.
b. Faktor ekonomis, berupa terbatasnya
kemampuan finansial guru untuk secara berkelanjutan mengembangkan diri, amat
rendahnya penghasilan sebagai guru sehingga memaksa mereka bekerja
bermacam-macam, dan banyaknya pungutan dan pembiayaan kepada mereka sehingga
mengurangi kemampuan ekonomis untuk mengembangkan profesi.
c. Faktor struktural, berupa banyaknya pihak
yang mengatur dan mengawasi guru sehingga mereka tidak bisa bekerja dengan
tenang, rumitnya jenjang dan jalur pengembangan profesi atau karier yang
membuat mereka merasa tidak berdaya, terlalu ketat dan kakunya berbagai birokrasi
yang mengikat para guru, sehingga tidak mampu mengembangkan kreativitas.
d. Faktor sosial, berupa rendahnya
penghargaan masyarakat terhadap profesi guru, kurangnya partisipasi masyarakat
dalam upaya pengembangan profesi guru, dan kurangnya fasilitas sosial bagi
pengembangan profesi guru.
e. Faktor budaya, berupa rendahnya budaya
kerja berorientasi mutu sehingga para guru bekerja seadanya.
E.
Penggunaan Model-Model Pembelajaran
Berdasarkan pendapat
Miftahul Huda (2016:143-144) ada banyak model pembelajaran yang berkembang
untuk membantu siswa berpikir kreatif dan produktif. Bagi guru, model-model ini
penting dalam merancang kurikulum pada siswa-siswanya. Tentu saja, model-model
yang tercantum dalam bab ini tidak mencerminkan sederetan daftar yang ketat;
semuanya lebih berupa refleksi atas beragam teori pembelajaran yang berbeda
untuk memenuhi kebutuhan siswa yang juga beragam. Model pembelajaran harus
dianggap sebagai kerangka kerja structural yang juga dapat digunakan sebagai pemandu
untuk mengembangkan lingkungan dan aktivitas belajar yang kondusif.
Ada beberapa fitur umum yang
akan dibahas untuk sebagian besar model pembelajaran, antara lain: 1) tujuan
dan wilayah konsentrasi; 2) asumsi-asumsi implisit dan eksplisit yang mendasari
karakteristik pembelajar dan proses pembelajaran; 3) petunjuk untuk
mengembangkan pengalaman belajar sehari-hari; dan 4) beberapa studi yang
membahas perkembangan dan evaluasi efektivitasnya.
Aspek-aspek dalam setiap
model dapat digunakan untuk merancang kurikulum. Pemilihannya sebaiknya
bergantung pada lingkungan sekolah, sumber yang tersedia, dan outcomes yang diinginkan. Ketika
berencana memasukkan salah satu atau beebrapa moel ke dalam suatu program
tertentu, guru seharusnya menggunakan kerangka kerja kurikulum yang didalamnya
berisi prinsip-prinsip pengajaran dan pembelajaran untuk memandu belajar siswa,
serta penilaian atau assessment untuk
melihat hasil akademik yang telah diperoleh siswa.
F.
Monitoring Evaluasi Pelaksanaan
Kurikulum
1. Pengertian Monitoring
Menurut
Websterns dalam Rindang (2014:2-3) monitoring
atau pemantauan yaitu kegiatan yang dilakukan untuk mengecek penampilan dan
aktifitas yang dikerjakan. Kegiatan monitoring terhadap pelaksanaan kurikulum pada dasarnya dimaksudkan untuk mengetahui
sampai di mana kurikulum baru itu telah dilaksanakan di sekolah-sekolah dan
persoalan-persoalan apa yang dirasakan di dalam melaksanakan kurikulum
tersebut. Dengan kata lain, kegiatan monitoring ini sebenarnya merupakan
kegiatan mengikuti jalannya pelaksanaan kurikulum di sekolah pada tahun-tahun
permulaan ditetapkannya kurikulum tersebut.
Sasaran di dalam
kegiatan monitoring ini lebih dipusatkan pada pemantauan terhadap kelancaran
proses pelaksanaan kurikulum serta sarana yang diperlukan di dalam kegiatan
pelaksanaan tersebut. Segi hasil belajar murid tidak menjadi sasaran utama di
dalam kegiatan monitoring ini. Untuk mengumpulkan keterangan di dalam
pelaksanaan monitoring tersebut dapat digunakan wawancara, observasi maupun
angket untuk para pelaksana. Monitoring dilakukan
pada tahun-tahun permulaan dilaksanakanna kurikulum baru di sekolah-sekolah,
dimana kegiatan ini dilakukan oleh pihak pengembang kurikulum untuk mengambil
tindakan guna memperlancar penyebaran dan pelaksanaan kurikulum di
sekolah-sekolah.
2.
Cara Pelaksanaan Monitoring
Cara pelaksanaan pemantauan (monitoring) terhadap
kurikulum dapat dilakukan melalui dua cara yaitu cara langsung dan tidak
langsung. Kedua cara tersebut dilakukan dengan seperangkat kegiatan monitoring
yang sama yaitu kegiatan yang berkaitan dengan mengumpulkan, mencatat, mengolah
informasi dan pelaksanaan suatu proyek; kemudian dituangkan dalam suatu laporan
monitoring. (Rindang, 2014: 67-70).
a.
Pemantaun Langsung
Pengertian
pemantauan langsung adalah pemantauan yang dilakukan dengan cara mengunjungi
lokasi proyek. Dengan cara demikian petugas monitoring dapat secara bebas
mengumpulkan informasi ang diperlukan.Agar pengumpulan informasi dapat berjalan
secara efesien maka diperlukan strategi pengumpulan data yaitu;
1) Mempersiapkan instrument pengumpulan
data ; misalnya dengan menyiapkan daftar isi.
2) Menggali informasi pada orang-orang
penting yang memegang posisi dalam pelaksanaan kurikulum tersebut.
3) Melakukan pemantauan langsung ke
lapangan dan petugas monitoring dapat mencatat informasi yang diperlukan sesuai
dengan kehendaknya (sesuai dengan tujuan monitoring).
4) Dalam pelaksanaan monitoring secara
langsung ini terdaapat kelebihan dan kelemahannya, kelebihan cara ini
diantaranya sebagai berikut;
5)
Didapatkan data yang sesuai dengan yang
dimaksudkan.
6) Data yang dikumpulakan adalah data yang
relative lebih akurat karena data dikumpulkan sendiri oleh petugas monitoring
dan merupakan data primer.
7)
Dengan cara langsung ini petugas bukan
saja mengumpulan data tetapi juga dapat memberikan saran-saran bila tidak
sesuai dengan apa yang direncanakan.
Sedangkan kelemahan dari cara monitoring langsung
ini antara kain dapat disebutkan ;
1) Memerlukan biaya yang relative besar
karena bukan saja factor jarak (tranformasi) tetapi juga untuk mengirim petugas
monitoring ke lokasi.
2) Memerlukan ketelitian yang lebih, sebab
dengan wawancara langsung, seringkali hasilnya tidak sesuai bila petugas
monitoring tidak pandai-pandai mengali data yang baikdan benar.
b.
PemantauanTidak Langsung.
1) Cara ini menghendaki petugas monitoring
tidak perlu terjun langsung ke lokasi; tetapi penggalian data dilakukan dengan
cara mengirim seperangkat daftar isian untuk diisi oleh orang lain di lokasi
penelitian. Cara tidak langsung ini juga dapat dilakukan dengan mengumpulkan
data melalui laporan-laporan yang dibuat pimpinan pemantau.
2)
Dalam pengembangan kurikulum, hal yang
dimonitoring adalah pelaksanaan dan hasil pengembangan kurikulum tersebut, yang
disertai dengan pelaporan kemajuan dan kendala dalam pengembangannya atau
pelaksanaannya. Rencana Monitoring sebaiknya mencakup langkah-langkah sebagai
berikut:
a)
Langkah 1:
Tentukan
kegiatan dan keluaran utama yang harus dimonitor, dalam hal ini monitoring
dapat difokuskan pada hal-hal seperti metode atau bahan ajar yang telah
dikembangkan, sudahkan sekolah atau guru mengembangkan metode dan bahan ajar
seperti yang telah ditetapkan, apakah dalam pengembangan tersebut menghasilkan
metode dan bahan ajar yang sesuai.Hal yang perlu diingat adalah jangan berusaha
untuk memonitor segala aspek, yang penting memonitor apa yang telah dilakukan,
keluaran apa yang dihasilkan, di mana, kapan, oleh siapa, dan untuk siapa.
Kemudian, hasil monitoring itu dibandingkan dengan rencana semula, selisih
antara rencana dan hasil monitoring dibuat laporannya, dan kemudian sejauh
mungkin faktor-faktor penyebab perbedaan itu diidentifikasi. Tata cara
penyimpanan data juga penting untuk mempermudah penyusunan laporan yang akurat
dan tepat waktu. Sedapat mungkin sumber data yang telah dikumpulkan secara
rutin dimanfaatkan.Ciptakan format pelaporan yang tidak terlalu rumit, dengan
sebagian hasilnya disajikan secara visual/grafik.
b)
Langkah 2:
Tentukan
pihak mana yang akan melakukan monitoring dan kapan dilakukan. Sebaiknya pihak
yang melakukan monitoring yang dimaksud di sini bukan pihak pengelola program
langsung, untuk menjaga independensi. Dengan menganut asas partisipatif,
wakil-wakil penerima manfaat program/kegiatan sedapat mungkin bersama-sama
melakukan monitoring. Mengenai frekuensi, hal ini sebaiknya dilakukan paling
tidak setiap enam bulan sekali untuk sebuah program jangka menengah atau jangka
panjang.
c)
Langkah 3:
Tentukan siapa
saja yang akan menerima laporan hasil monitoring. Sebaiknya laporan hasil
monitoring disebarkan tidak hanya pada pihak-pihak pemerintah (eksekutif dan
legislatif), tetapi juga pada pihak pelaksana (misalnya: dinas pendidikan,
depag, sekolah, guru), instansi pemerintah pusat serta wakil-wakil kelompok
penerima manfaat untuk meminta umpan balik. Buatlah pertemuan berkala untuk
meninjau kembali tingkat kemajuan serta memutuskan apakah rencana implementasi
perlu disesuaikan.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Dari
sekian banyak pengertian manajemen pendidikan dapat ditarik benang merah
bahwa: (1) manajemen peendidikan
merupakan suatu kegiatan, (2) manajemen pendidikan memfaatkan berbagai sumber
daya, dan (3) manajemen pendidikan
berupaya untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
Manfaat
sumber belajar, yaitu untuk memberikan pengalaman belajar yang konkret tidak
langsung, menyajikan sesuatu yang tidak mungkin diadakan, di-kunjungi, atau
dilihat secara langsung dan konkret, menambah dan memperluas cakrawala sajian
yang ada di dalam kelas.
Dalam
proses pembelajaran terdapat tingkatan prroses aktivitas yang melibatkan
keberadaan media pembelajaran. Aspek-aspek dalam setiap model
dapat digunakan untuk merancang kurikulum. Pemilihannya sebaiknya bergantung
pada lingkungan sekolah, sumber yang tersedia, dan outcomes yang diinginkan. Ketika berencana memasukkan salah satu
atau beebrapa moel ke dalam suatu program tertentu, guru seharusnya menggunakan
kerangka kerja kurikulum yang didalamnya berisi prinsip-prinsip pengajaran dan
pembelajaran untuk memandu belajar siswa, serta penilaian atau assessment untuk melihat hasil akademik
yang telah diperoleh siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Aan
Komariah. 2009. Manajemen Pendidikan.
Bandung: Bumi Aksara.
Ali,
H.M. 2004. Pengembangan Kurikulum di Sekolah.
Bandung: Sinar Baru.
Miftahul Huda.
2016. Model-model Pengajaran dan
Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Rusman.
2009. Manajemen Kurikulum. Jakarta: PT
Remaja Grafindo Persada.
Sukmadinata,
Nana. 2011. Pengembangan Kurikulum Teori
dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Rindang
Prakasiwi, dkk. 2014. Monitoring dan Evaluasi Kurikulum.
Semarang: Universitas Negeri
Semarang.
Risnawati, Ririn. 2012. Konsep kinerja Guru. (Online), (https://risnawatiririn.wordpress.com/2012/01/17/konsep-kinerja-guru),
diakses tanggal 8 Mei 2017.
Comments
Post a Comment